pertanyaan yang membingungkan

Ada beberapa pertanyaan yang kadangan saya suka bingung jawabnya. Ini beberapa yang saya ingat:

1. Udah ‘isi’ belom?

Buat yang baru menikah, ini mungkin jadi pertanyaan wajib yang harus didengar. Dan percayalah, akan ada seabreg komentar lain yang menyusul, ketika jawabannya adalah ‘belom’. Mulai dari pertanyaan ‘kenapa?’, ‘gak bagus nunda momongan’, ngasih tips jamu kesuburan (dooohh!), sampai ‘ooooo…’ panjang yang diucapkan dengan nada prihatin. Lama-lama saya jadi terganggu. Baru 6 bulan saya menikah, serasa 6 tahun 🙂

Saya memang impulsif, seringkali spontan memutuskan segala sesuatu. Tapi kalau untuk hal-hal besar yang mempengaruhi hidup (seperti menikah, punya anak dll), tentu harus dipikirkan serius dong. Punya anak kan musti siap lahir batin juga. Materi dan mental. Kalau untuk materi, saya percaya pasti ada rejekinya. Tapi mental? Belum lagi sebagai pasangan baru, saya dan Rahman masih harus banyak menyesuaikan diri. Tanpa terpengaruh perubahan hormon akibat hamil pun, saya sudah cukup meledak-ledak. Apa jadinya proses saling menyesuaikan diri ini kalau saya yang emang meledak-ledak, dicampur dengan hormon yang gak karuan? Waduh, bisa gawat!

Jadi terkadang saya bingung dengan semua tanggapan yang seolah-olah itu ‘musibah’, ‘cobaan’ atau apa gitu karena saya belum hamil. Emang nggak boleh ya memilih untuk tidak hamil dulu setelah menikah?

Btw, tapi sejak 2 bulan lalu, insya Allah saya udah siap kok hamil. Huru-hara penyesuaian dirinya lumayan mereda, saya bersyukur punya suami sesabar bapak itu 🙂 Tuhan sekali lagi Sang Maha Baik, Sang Maha Pemberi, once we feel ready, langsung dikasih gitu lho 😉 Alhamdulillah…Doain sehat ya…

2. Soal pekerjaan

Ini juga pertanyaan yang suka buat saya bingung hehehe Saya kerja di development jobs. Dari jaman saya lulus kuliah sampai sekarang, saya memang selalu di lembaga internasional. Kalau ditanya kerja di mana, saya bisa jawab aja di xxx, misal. Tapi pertanyaan lanjutannya yang selalu buat bingung, ‘kerja di tempat begitu emang selalu kontrak ya Dek? Nggak aman dong? Kok mau sih kerja kontrak?’ Hehehe, saya nyengir aja kalau begitu. Yang jelas, dari awal saya kerja sampai sekarang, saya selalu sistem kontrak. Kontrak lebih cocok buat saya yang gampang bosan. Lompatannya juga lebih cepat daripada saya stay di satu posisi, satu kantor. Kalau masalah karir, saya bukan orang yang jabatan-oriented. Asal saya dibayar memadai, saya suka kerjaan dan lingkungannya, I’ll go for it. Dan walaupun selalu kontrak, alhamdulillah lagi saya belum pernah nganggur. Semua pekerjaan saya yang meminta untuk berhenti dan tidak diperpanjang kontraknya, padahal mereka mau memperpanjang. (PS: Hmm, maaf ya, saya jadi nggak enak hati sendiri nulis begini, seperti sombong sekali terdengarnya…Maaf, nggak maksud sombong, cuman biar lebih jelas maksud saya kenapa saya senang dengan jenis pekerjaan ini).

Mungkin beda dengan sistem kontrak di perusahaan swasta ya. Saya juga kurang ngerti dengan sistem kontrak di swasta. Tapi kalau pengalaman saya di development jobs (masih yunior juga, jadi maaf kalau salah), memang nggak ada yang pegawai tetap (karena dananya kan dana dari donor, yang pasti tidak untuk selamanya). Jadi kita juga dapet asuransi kesehatan (rawat jalan, rawat inap)-juga buat keluarga, kacamata, jamsostek, THR, termasuk pesangon kalau masa kontraknya habis (lumayan pesangonnya hihihi). Dan kerjaan selalu ada kok, sambung menyambung hehehe Jadi ya kenapa saya nggak mau? Sejauh ini sih saya masih cinta bangeut dengan bidang ini ya, jadi saya nggak belum berminat pindah ke swasta, atau BUMN atau apapun itu yang menurut orang menjanjikan…

3. Soal pekerjaan sekarang

Nah, ini buat bingung juga. Kacau deh segala pertanyaan soal kerjaan suka buat males memang hehehe Saya sekarang kerja di 2 tempat. Satu di Hivos (NGO Belanda), yang ini saya musti ke kantor 2-3 hari/minggu. Satu lagi di Water Sanitation Program, World Bank. Yang ini karena saya ngerjain satu study, jadi bisa dikerjain di rumah. Sepertinya enak ya? Emang enak kok, lagi-lagi saya berutang banyak sama Yang Di Atas 🙂

Nah, yang buat bingung adalah pertanyaan lanjutannya, ‘Kok bisa? Mau juga dong…Caranya gimana Dek? Apply kemana?’ Lha, saya jadi bingung. Kok bisa? Bukan kebetulan mungkin ya (saya percaya di kungfu Panda itu, ‘there is no accidents’). Jadi ceritanya: Saya resign dari kantor saya yang lama, GTZ (ini kerjasama pemerintah Jerman-Indonesia) bulan Desember 2007. Waktu itu saya udah sign kontrak dengan World Bank. Jadi seperti biasa sebelum-belumnya juga, saya resign dengan tenang aman tentram sentosa. Ternyata study World Bank itu mulainya diundur, belum jelas sampai kapan (waktu itu), karena mereka masih harus tender lagi juga. Januari-Februari saya nggak ada kerjaan masih OK. Masih sibuk ngurus kawinan juga, yang karena kerja full-time dan ngurusin trave (waktu itu..hiks…) jadi baru bisa dikerjain saat-saat terakhir. Maret saya mulai gerah, dan mencari kerjaan lain (yang bisa part-time) karena toh saya sebenernya cuman nunggu World Bank mulai aja. April saya mulai kerja di Hivos (satu lagi yang saya suka di development jobs, karena hierarkinya gak banyak, proses recruitmentnya juga langsung ke director dan pihak-pihak berwenang lain, jadi cepet). Kontrak cuman sampai awal Juli kemarin. Juni World Bank mulai. Dan ternyata, Hivos mau perpanjang kontrak saya sampai tahun depan (padahal dengan kondisi saya yang hamil 1.5 bulan ini, kalau perusahaan swasta mungkin jadi kendala ya. Baru mulai, 7 bulan lagi udah cuti melahirkan 3 bulan hehehe). Ini alasan lain kenapa saya cinta development jobs. Diskriminasi gender, fisik, dll hampir tidak pernah saya temui.

Jadilah saya sekarang kerja 2: 10 hari Hivos, 10 hari World Bank, sisanya libur 🙂 Libur saya malah lebih banyak dari yang kerja full-time di 1 tempat kan? 😉 Jadi kalau ditanya, gimana caranya? Ya gimana ya…bingung jawabnya 🙁

Kadang saya cuman mikir. Jatah tiap orang memang beda-beda ya. Apa yang cocok buat seseorang, belum tentu cocok untuk orang yang lain. Toh, perjalanan hidup memberi kita banyak waktu dan pelajaran untuk tau mana yang paling cocok buat kita kan? Asal kita legowo, rezeki mah udah diatur dari atas. Jadi ya jalani saja sebaik-baiknya apa kewajiban kita. Rumput tetangga memang jelas selalu terlihat lebih hijau 🙂

have a great day,

.dedek.

PS: Saya baru sadar kalau saya sepertinya udah terlalu sering buat kue di rumah, ketika Tri, yang bantuin saya di rumah dengan polosnya nanya gini: “Mbak Dedek dulu sekolahnya di sekolah masak memasak ya?” Gubraaakkkk !!!!

Recommended Articles

7 Comments

  1. hmmm… gitu ya dek…
    hmmm… jadi udah dua bulan ya…
    hmmm… jadi kerjaannya dua ya…
    hmmm… berarti duitnya banyak ya…
    hmmm… kapan makan-makannya? haha…

  2. 2 poin pertama: ada yg lagi curhat hihi~

    poinke 3: hmm…kayaknya sy hrs balik JKT neh kekekeke~

  3. wahahahahaha..sekolah masak-memasak hahahahah….udah deh…santai aja kale..semakin berwawasan orang malah makin ngerti kok pilihan2 hidup org lain….mungkin itu bentuk kekaguman aja sama dirimu yang ga tipikal kebanyakan…gua mah sih malah bangga….go DEDEK go..semoga sehat2 ya….amin amin

  4. Ki: nah, itu pertanyaan membingungkan lainnya hehehe
    Didut: iya nih Di, lama-lama gue kayak rasyefki, pelacur (pelan-pelan curhat ya Ki? :D)
    Vivi: amien…makasih ya vie…eh, kapan balik?

  5. waaaw… selamat ya dek! welcome to the club soon ya, hehehe. anyway, ikke setuju sama soal keputusan menunda atau langsung punya anak… our body, our lives, our decision ;). Kan kita sendiri yang tau udah siap apa nggak. Wong pas rasanya udah siap aja, begitu hormon ikut campur rasanya jadi nggak keruan, hihihi. Tapi enjoyable kok, apalagi si calon ibu kesibukannya segudang (tapi tetep santai) kaya dirimuh.. pokoknya selamat ya! Semoga sehat terus dan lancar sampai nanti… anyway, udah beli buku “what to expect when you’re expecting”? highly recommended ;). AKu lagi baca seri lanjutannya: what to expect the first year.

  6. Life is a matter of choice. Kayanya puisi ini cocok buat dirimu, Dek. Mungkin dah pernah baca juga, tapi gapapa kan 🙂 Enjoy!

    Two roads diverged in a yellow wood,
    And sorry I could not travel both
    And be one traveler, long I stood
    And looked down one as far as I could

    To where it bent in the undergrowth;
    Then took the other, as just as fair,
    And having perhaps the better claim,
    Because it was grassy and wanted wear;

    Though as for that the passing there
    Had worn them really about the same,
    And both that morning equally lay
    In leaves no step had trodden black.

    Oh, I kept the first for another day!
    Yet knowing how way leads on to way,
    I doubted if I should ever come back.

    I shall be telling this with a sigh
    Somewhere ages and ages hence:
    Two roads diverged in a wood, and I —
    I took the one less traveled by,

    And that has made all the difference.

  7. Fitri: tengkiuuu…bukunya udah punya, bekas punya kakak…punya kakak 2 udah pada punya anak, enak deh, banyak lungsurannya hehehe…
    Dyan: tengkiu bu…I do believe that life is a matter of choice…mungkin yang susah membuktikan sama orang-orang kalau the one I chose, the one less traveled by most people is really my choice, not because I don’t have other choices hehehe ah, sabodo teuing sama omongan orang lama-lama, I am responsible for my own happiness, not them 😉

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *