Hari Rabu kemarin ada undangan mengikuti Bedah RAPBN 2024 dari detikFINANCE untuk teman-teman ISB blogger finance. Kebetulan saya lagi di Jakarta, jadi alhamdulillah bisa ikut 🙂
Acara yang menghadirkan Pak Wahyu Utomo (Kepala Pusat Kebijakan APBN BKF Kementerian Keuangan), Pak Piter Abdullah (Direktur Eksekutif Segara Research Institute), dan Pak Josua Pardede (Kepala Ekonom PermataBank) selaku pembicara ini banyak mengingatkan saya dengan masa-masa kuliah dulu. Ketika masih ikut kuliah umum Perekonomian Indonesia di auditorium FEBUI. Tapi bedanya yang ini setelah selesai, ada konsumsi 😀
Buat orang awam seperti kita, yang tidak berhubungan langsung dengan pemerintah, juga tidak bekerja di pemerintahan, sering merasa kalau RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tidak ada hubungannya dengan kita. Apa itu RAPBN? Emang gue pikirin…? Iya nggak?
Padahal RAPBN sangat mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari lho… Ketika teman-teman membaca tulisan ini, itu berarti ada pengaruh APBN di baliknya. Membaca tulisan di blog, berselancar di sosial media, berarti menggunakan internet dengan infrastruktur yang dibangun dengan APBN. Pergi kerja dan ke sekolah setiap hari, jalannya dibangun darimana? Ya APBN. Dan banyak lagi aspek kehidupan lain.
Dalam paparannya, Pak Wahyu Utomo mengingatkan saya lagi, kalau RAPBN bukan sekadar angka. Ada cerita di balik angka-angka itu, dengan makna ekonomi dan sosial yang mendasari. Ada tujuan yang ingin dicapai, ada komitmen perlindungan untuk warga negara. Ada strategi bagaimana mencapainya. Dan ada sejarah juga yang melatarbelakangi darimana angka-angka itu berasal. Dan saya pribadi percaya, data dengan angka tidak pernah bohong.
APBN adalah instrument untuk menjawab berbagai tantangan. APBN ada untuk mengawal agenda pembangunan. Karena itu APBN harus berperan sebagai shock absorber, untuk meredam ketidakpastian perekonomian yang pergerakannya sangat dinamis.
Ini sama ibaratnya kalau dalam skala kecil, dalam skala rumah tangga, ketika kita membuat anggaran untuk keluarga atau diri sendiri untuk tahun mendatang.
Visi apa yang ingin kita capai? Kalau dalam keluarga kita misal ingin pensiun dini dengan pasif income yang cukup dan tetap hidup sejahtera selama pensiun.
Kalau dalam APBN ada visi Indonesia 2045 Berdaulat, Maju, Adil, dan Makmur. Dimana nanti tahun 2045, di 100 tahun Indonesia Merdeka, Indonesia akan menjadi negara maju dan menjadi salah satu dari 5 kekuatan ekonomi dunia dengan kualitas manusia yang unggul, serta menguasai Ilmu pengetahuan dan teknologi, kesejahteraan rakyat yang jauh lebih baik dan merata, serta ketahanan nasional dan tata kelola kepemerintahan yang kuat dan berwibawa.
Ketika membuat anggaran pribadi, juga pasti ada target pendapatan dan pengeluaran. Pendapatan bisa dari gaji, bonus, hasil investasi, hasil usaha sampingan dan lain-lain. Di anggaran pengeluaran, kita biasanya mengalokasikan anggaran untuk pengeluaran-pengeluaran yang akan dan mungkin terjadi tahun depan. Bayar uang kontrakan, bayar uang sekolah anak, biaya mudik atau liburan, dan lain-lain.
Begitu juga dengan RAPBN. Sumber pendapatan negara berasal dari penerimaan perpajakan (termasuk cukai dan kepabeanan), penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan hibah. Untuk tahun 2024, pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp 2.781,3 triliun.
Sementara untuk pengeluaran/belanja negara tahun 2024 dialokasikan sebesar Rp 3.304,1 triliun.
Dengan prioritas anggaran untuk mendukung transformasi ekonomi. Yaitu di bidang pendidikan sebesar Rp 660,8 triliun, kesehatan Rp 186,4 triliun, perlindungan sosial Rp 493,5 triliun, ketahanan pangan Rp 108,8 triliun, infrastruktur Rp 422,7 triliun dan hukum dan pertahanan keamanan sebesar Rp 324,1 triliun.
Dengan begitu defisit atau istilahnya ‘nombok’ APBN 2024 direncanakan sebesar Rp 522,8 triliun atau 2,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini masih dalam kisaran normal, karena ada toleransi sampai 3% untuk defisit APBN.
Untuk mencapai tujuan Indonesia 2045, kita perlu lompatan-lompatan transformasi ekonomi dan industri. Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Pak Piter Abdullah menyampaikan bahwa visi Indonesia Emas tidak akan bisa tercapai jika pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di bawah 6%, seperti sekarang.
Saya sependapat dengan beliau. Ibaratnya dalam anggaran keluarga, kalau sekarang kita hidup masih pas-pasan dengan mengandalkan gaji bulanan untuk hidup sehari-hari, tapi keinginannya mau pensiun dini dan hidup sejahtera selama pensiun, berarti harus ada terobosan yang kita lakukan. Mulai mencari sumber-sumber penghasilan lain, dan mulai berinvestasi, adalah salah duanya.
Pak Piter juga mengingatkan saya bahwa APBN Indonesia sekarang sudah berkali-kali lipat besarnya dibanding ketika beliau masih SMA, tahun 1980an. Semakin besar nilai APBN, maka semakin besar juga kemampuan suatu negara untuk menyejahterakan masyarakatnya.
Sama saja dengan makin besar pendapatan kita, maka makin besar kemampuan kita untuk hidup berkualitas. Namun tentu saja, harus juga diperhatikan pengeluarannya. Kalau penghasilan kita besar, tapi pengeluaran kita sebagian besar untuk kebutuhan konsumtif, tentu tidak baik. Demikian juga dengan APBN. Menurut Pak Piter, RAPBN 2024 harus dirancang untuk memberikan hasil yang lebih baik dari tahun sebelumnya dengan cara membelanjakan APBN secara produktif.
Kepala Ekonom PermataBank, Bapak Josua Pardede juga menyampaikan bahwa Rancangan APBN 2024 harus dapat melindungi masyarakat rentan, dengan memberikan jaring pengaman, melalui program perlindungan sosial. Dalam keluarga, masih ingat kan pentingnya punya Dana Darurat?
Sebagai penutup, ketiga pembicara dalam acara kemarin sepakat bahwa mereka optimis dengan RAPBN 2024. RAPBN 2024 juga sehat, dan transformatif. Kita doakan semoga APBN 2024 bisa membantu Indonesia mencapai visi Indonesia Maju 2045 ya 🙂 Karena kalau Indonesia maju, kita juga rakyatnya yang akan hidup sejahtera.