Setelah dengar cerita Imme soal proses perpanjangan SIM (baca di blognya aja, lebih detil dan jelas daripada diceritain), saya jadi terpaksa inget kalau SIM saya udah expired…2 tahun!
SIM saya tercinta itu habis masa berlakunya 11 Maret 2006. Waktu itu saya mau perpanjang, pas saya kebetulan pulang ke Lampung, ternyata katanya harus bawa KTP Lampung. Kalau KTPnya Jakarta, ya perpanjang di Jakarta aja, walaupun sebelumnya itu SIM Lampung. Nah, di Jakarta susah banget cari waktu buat perpanjang SIM. Dan sekarang kata Imme, musti pake test drive pula…Saya emang bisa nyetir, tapi matic only! hehehe…Saya putus asa belajar manual. Mati-mati melulu. Lagipula, buat apa mobil matic diciptakan, kalau bukan untuk mempermudah hidup, bukan?
2 tahun tanpa SIM sebenarnya bukan aman-aman saja. Saya pernah nulis soal ditangkap polisi, tapi waktu itu saya masih ber-SIM. Nah, setelah SIM saya habis masa berlakunya tahun 2006 lalu, saya pernah 1 tahun juga tidak berSTNK. STNK saya abis bulan Maret juga (iya, iya, lupa adalah bukan alasan untuk tidak membayar pajak, tapi saya benar-benar lupa).
Waktu tidak ber-SIM dan ber-STNK, saya pernah ke Bandung dengan 2 sahabat saya. Pergi tanpa rencana, seperti biasa. Suatu malam kita lagi makan roti bakar di Menteng, dan sedikit protes dengan kejunya yang sedikit. Diskusi masalah hidup (halaaahhh…) kemudian beralih ke roti bakar mana yang paling yummy, kejunya banyak, dan semua langsung setuju…MATARI !!! BANDUNG !!! Dan entah siapa yang memulai, semua juga langsung setuju untuk…pergi ke Bandung! Malam itu juga! Kami rindu Matariiii !!!
Yang ironis, sampai Bandung, Matari udah abis, dan kita akhirnya end-up di Oh La La, Dago yang buka 24 jam. Besok paginya keliling Bandung, saya yang nyetir, karena si dodolduren tea males nyetir, dengan alasan capek! Di depan McD, perempatan Dago (otw ke tempat sop es duren), tiba-tiba kita di-stop polisi. Saya panik berats! Nggak tau salah apa, tapi yang pasti, STNK dan SIM saya mati. Sok cuek, buka kaca, tanya ‘Kenapa pak? Salah saya apa?’ Pak Polisi yang terhormat itu lalu memerintahkan untuk menepi. Menepilah saya perlahan, dan Pak Polisi mengikuti dengan jalan kaki di belakang. Tiba-tiba, nggak tau kenapa, mobil saya mati mesinnya! Nggak pernah tuh sebelumnya kayak gitu. Dengan panik, saya buka kaca dan bilang, ‘Pak, mobilnya mogok nih…Gimana dong Pak?’. Si polisi itu terus bilang, ‘Dorong..dorong..ke pinggir…’. Terus saya liat polisi itu balik arah, jalan menjauh. Males kali ya beliau, takut diminta bantu dorong. Dan tiba-tiba, setiba-tiba matinya mesin mobil, setiba-tiba itu juga mesin mobil saya nyala! Dan di belakang ada 2 truk sampah besar-besar, sedikit menghalangi polisi-polisi itu (ada dua polisinya). Dan dengan cerdasnya, salah satu sahabattercinta saya itu bilang,”Kabur Dek, kabur…”. Dan saya yang nggak cerdas tapi refleksnya bagus, langsung kaburrrr….! Dan kami selamat sampai tempat es duren, walaupun agak muter-muter masuk jalan-jalan lain dulu, takut dikejar sama polisinya…Ternyata kita ditangkap polisi karena sahabat saya yang duduk di jok depan, dengan gayanya pake seat-belt nggak niat, jadi keliatan dari luar seperti tidak pakai seat-belt. Aaarrrggghhh!
Saya pernah kabur juga waktu (nyaris) ditangkap polisi di Mal Taman Anggrek (MTA). Saya mau ke rumah kakak saya, lewat jalan yang di sebelah MTA. Saya belok kiri, dari lajur tengah. Biasanya OK aja. Tapi tiba-tiba ada polisi, dan saya lihat polisi itu melambai-lambai, menyuruh saya berhenti. Dengan pasang tampang lempeng, saya jalan aja terus, kebuuutttt!!! Untung nggak dikejar…pheeewwww….!
Mungkin Tuhan kesal lihat saya yang udah banyak ditolong, tapi tetap nggak sadar untuk bayar STNK dan perpanjang SIM. Sepulang dari menghadiri press conference Singapore Tourism Board di EX (saya bolos kantor, demi panggilan tugas yang lain :)), saya ditangkap polisi karena muter di bunderan yang ada patung kuda (apayanamanya). Padahal, saya hanya mengikuti mobil box di depan saya. Mobil itu lolos, saya tidak.
Masih inget kan email berantai yang bilang kalau jangan bayar sama polisi, tapi minta saja slip biru, karena itu artinya kita mengaku salah, dan tidak akan kena pungli dll? Mencoba jadi warga negara yang baik (iya, iya, tidak bayar pajak adalah bukan warganegara yang baik, tapi kan saya usaha ;)), saya ikuti anjuran itu. Saya bilang sama Pak Polisi (saya dibawa ke pos, yang penuh berisi polisi) kalau saya minta slip biru saja. Eh, ternyata slip biru tidak ada! Dengan sombongnya, polisi itu bilang, ‘Slip biru apa?!? Udah, sidang saja!’. Paniklah saya mengiba-iba. Kalau salah saya ‘hanya’ melanggar rambu lalu lintas, mungkin saya bisa lebih tenang. Tapi ini? Kesalahan saya tiga: melanggar rambu lalu lintas, STNK belum dibayar, dan SIM saya mati! Tanpa saya harus cerita, pasti tau kan akhirnya? Polisi Indonesia belum berubah kok 😉
Masih belum kapok, saya belum juga bayar STNK dan perpanjang SIM. Dan kembali saya ditangkap. Kali ini di Bundaran HI. Pulang dari nonton di Blitz, sedikit macet di Bundaran HI. Dan saya sok pindah jalur (ke jalur sebelah kanan). Dan saya ditangkap! Katanya kalau di bundaran HI nggak boleh pindah jalur ke kanan (benar nggak ya?). Dan kembali kesalahan saya tiga. Dan kembali saya lolos, dengan cara yang sama.
Kapok, saya lalu bayar pajak.
SIM?
Belum…
sampai sekarang…
PS:
– Tadi jalan kaki dari Pacific Place (teman-temanku yang tidak di Indonesia, ada mal baru -beberapa bulan- di depan BEJ) ke jaktv. Ternyata dekat kok, kurang dari sepuluh menit.
– Setelah selama ini kalau buat kue saya pakai feeling, tadi akhirnya saya ingat untuk beli timbangan. Jadi makin semangat eksperimen! 🙂