Note: Saya udah lama sebenernya pengen nulis soal pelajaran hidup (ceileee…) yang saya dapat selama tinggal di Wellington. Berhubung kerja, sok banyak kegiatan organisasi, sok sibuk, sok ini sok itu, jadi nggak sempet deh. Baru sekarang sempet nulis, setelah sebulan lebih kita pindah dari Wellington.
Enam tahun kami tinggal di Wellington. Enam tahun yang penuh kenangan indah dan pengalaman hidup. Time flies indeed when you are having fun. Beruntung bisa bertemu banyak orang dari berbagai latar belakang dan sifat yang makin memperkaya hidup saya. Dari mereka, saya belajar banyak bangeut.
Home Away from Home
Sejauh ini, New Zealand adalah negara ke-empat yang pernah saya tinggali. Dan satu-satunya negara yang bikin saya jatuh cinta, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, selain Indonesia, ya cuma New Zealand. I have no complain honestly, the good, the bad, everything is something to be grateful for.
Egalitarian society
Satu hal berbeda yang sangat saya rasakan di NZ adalah masyarakatnya yang egaliter. Dalam kehidupan sehari-hari, nyaris nggak ada pembatas antara yang kaya dan miskin. Anak-anak, orang dewasa, orang tua ya bergaul sebebasnya aja. Nggak ada tuh yang ngomentarin tas kita merk apa, nyetir mobil apa, pembantunya berapa, pekerjaannya apa.
Udah biasa bangeut di sekolahan anak-anak liat ada yang datang ke sekolah dengan baju lusuh dan sedikit robek. Yang lari-lari nggak pakai sepatu juga banyak. Anak-anak lebih disarankan untuk pakai baju yang tidak terlalu bagus, karena toh anak-anak main di pasir dan kotor-kotoran di sekolah. Nggak ada juga (mungkin ada, tapi saya nggak liat), anak-anak yang pakai perhiasan anting emas atau lainnya.
Sudah biasa juga liat para pekerja, yang maaf kalau di Indonesia mungkin disebut pekerja kasar, painter dengan kostum masih belepotan cat, masuk ke cafe yang sama dengan pekerja kantoran berdasi. Menikmati kopi dan kue-kue yang sama.
Saya yang emang pada dasarnya nggak peduli sama penampilan, makin parah sih setelah tinggal di NZ. And I love it haha…! Enak nggak dijudge sama orang soal penampilan. Kalau mau rapih ya rapih aja karena kita pengen. Bukan karena mikirin pendapat orang. Oh, the rebel in me is happy 😀
Strong sense of community
Satu hal lagi yang saya sangat salut dan pasti bakalan kangen bgt, kuatnya rasa kebersamaan dalam masyarakat. Nggak peduli apa latar belakang ekonomi, ras, agama, semua sama.
Ini juga mungkin yang jadi salah satu penyebab NZ bisa cepat menekan laju penyebaran Covid 19. Semua orang merasa mereka adalah bagian yang sama. Tingginya kesadaran bahwa apa pun yang kita lakukan, berdampak ke orang lain. Nggak egois.
Hampir sebagian besar orang NZ pasti pernah atau sedang volunteer. Menyumbangkan waktu dan tenaganya untuk membantu di organisasi, tempat ibadah, atau bahkan di sekolah anak-anak. Banyak bangeut kegiatan yang berjalan 100% oleh volunteer. Mulai dari toko barang bekas, organisasi kemanusiaan, organisasi agama, sampai kegiatan di sekolah anak-anak.
Pernah di FB group lingkungan kita, ada property agent yang posting kalau ada manula di lingkungan kita mau jual rumahnya. Tapi ya standard rumah manula yang udah nggak sanggup ngurus rumah, jadi rumah berantakan, kebun apalagi. Yang bisa bantu akhirnya gotong royong membersihkan rumah dan halamannya. Banyak lagi contoh lain.
It takes a village to raise a child bener-bener saya rasakan selama tinggal di NZ. Karena kota kecil, jadi di sekolah anak-anak juga tau, Rania adiknya Radit. Dan mereka anak saya. Banyak postingan di FB groups komunitas yang saya ikuti yang isinya saling sharing dan mengawasi anak orang lain. Bukan malah dinyinyirin dan disindir-sindir karena ibunya dianggap nggak bisa ngurus anak, misal. Saya termasuk yang agak cuek soal penampilan anak-anak. Jadi kadang kalau buru-buru, kaos kaki anak-anak tuh belang sebelah. Rania juga paling males nyisir rambut. Kalau di Indonesia, mungkin saya udah dibully. Ibu macam apa saya? Nggak bisa ngurus anak 😀 Btw, kalau ada yang komen gitu depan saya, pasti bakalan saya bales. Saya ibu yang lebih mentingin isi anak-anak saya, daripada penampilan luar! Go mind your own business! hahaah…!
Saya jujur emang dari dulu suka organisasi, jadi dengan senang hati meluangkan waktu saya juga untuk bantu-bantu dimana saya bisa. Tapi saya nggak sendiri. Jauh lebih banyak lagi orang-orang yang dedikasinya lebih tinggi dari saya. And again, I am happy 🙂
Bahagia itu Sederhana
Saya masih ingat waktu kami baru pindah ke NZ, bulan Oktober 2014, keluarga saya datang dari Jakarta akhir Desember 2014. Kami ke Auckland waktu itu, sekalian liat kembang api malam pergantian tahun baru, yang konon paling besar di NZ adanya di Auckland.
Tengah malam, kami berkumpul dekat jembatan, yang lagi-lagi konon di tempat itulah bisa liat kembang api dengan jelas. Kembang apinya bagus, tapi nggak besar. Dan nggak lama. Tapi orang-orang yang datang terlihat senang. Adik saya komentar begini, “Orang-orang NZ ini udah happy pasti ya Kak. Liat kembang api begini aja udah seneng.”
Wajar dia komentar begitu. Tahun baru sebelumnya, menyambut 2014, kami kebetulan di Dubai, melihat kembang api di Palm Jumeirah, Dubai, yang kebetulan terbesar di dunia saat itu dan masuk Guinness World Records. Jauh bgt kalau mau dibandingkan skalanya. Tapi bahagianya mungkin sama.
Setelah beberapa tahun di NZ, saya baru sadar juga. Nggak butuh sesuatu yang megah untuk bahagia. Bahagia itu dari hati. NZ bikin saya bisa slow down dan menghargai banyak hal kecil dalam hidup yang terkadang kita anggap sepele.
Saya belajar untuk slow down and live in the moment, yang susah selama ini jarang saya lakukan. Jadi orang yang nggak bisa diam, saya selalu punya rencana dan keinginan untuk melakukan banyak hal. Sampai kadang lupa untuk menikmati hal-hal kecil. I learn my lesson 🙂
Quality of life is much more important than money
This goes without saying, tapi benar-benar saya rasakan selama tinggal di NZ. Saya pernah nulis ini waktu setahun kami tinggal di NZ.
Dan setelah 6 tahun tinggal di NZ saya tetap berpendapat sama:
You don’t move to New Zealand to get rich.
You feel rich by living healthy and having a balanced life in a beautiful environment.
Saya juga nulis begini di postingan 5 tahun lalu itu:
I consider New Zealand as a safe and steady base. Maybe we need to leave it someday when the kids are bigger. Maybe someday, this small country will be boring. Besides, the world is too big not to be explored, right? We don’t know yet…What we know, right now, we are just grateful that we can live here, in this beautiful corner of the world, enjoying what life is really about. And even if someday we want to leave it, I will consider it as a temporary leave. New Zealand will always be my second home…
Dan kalau sekarang kami memutuskan pindah dari NZ (kami tinggal di Brisbane sejak Januari lalu), bukan karena ada yang salah dengan NZ. NZ will always be my second home. Anak-anak juga katanya pengen balik lagi. We’ll see.
Kami beruntung sebagai Permanent Resident di NZ, insha Allah suatu saat kami bisa balik lagi. Ke tempat yang kalau quoting dari lagu Negeri di Awannya Katon, dimana kedamaian menjadi istananya. Semoga diberi rejeki umur dan kesehatan untuk bisa balik lagi ya. Insha Allah…
Nga mihi New Zealand…
Nga mihi Wellingtonians…You know who you are
Thank you for being our home away from home.
Til we meet again insha Allah…
Baru tau Dedek pindah. Sukses di tempat baru ya. Baca blog ini pas persiapan pindah ke NZ sampe skrng blom sempet jumpa. Stay healthy n safe.
Loh ini ceritanya pindah?
Menarik sebetulnya negaranya ini, walaupun sebetulnya punya teman yang mengurus kerjasama NZ ini tapi gak tahu banyak soal negaranya hahahahahaha.
Konsep egaliter ini buat gue yang sangat menarik, keknya di negara kita masih jauh banget dari kata egaliter ini di kehidupan sehari-hari.
Ditunggu cerita-cerita berikutnya!
membaca ini bikin saya makin ingin untuk merasakan NZ sebagai tempat tinggal mbak hehehe, terimakasih sudah berbagi. salam kenal
NZ memang jadi salah satu tempat yang pingin aku kunjungi deh mbak, hihi.. Salut ih sama Egalitarian society, andai di Indo.. Ah nggak mungkin sih keknya, haha..
Sehat selalu untuk mbak Dedek sekeluarga :*
tengkiuhhh…! Kabar-kabarin kalau main ke Brisbane mba, siapa tau bisa ketemu di BNE hehhe 😀
beda latar belakang sejarah juga Di. Kalau kita kan emang latar belakangnya dijajah, NZ kan nggak. Lain kali gw cerita latar belakang sejarah berdirinya NZ kenapa bisa egaliter heheeh
Hallo mba, salam kenal juga 🙂 Makasih udah mampir ya 🙂
Hallo mba, apakabar? Udah lama ya nggak update 🙂 beda latar belakang sejarah juga mba. Kalau kita kan emang latar belakangnya dijajah, NZ kan nggak 🙂 Sehat-sehat juga ya mba 🙂
wiii mba dedek, tampilan blognya makin bagus sekarang. baca tulisan ini pun aku jadi banyak belajar mba, makasih sudah berbagi pengalaman jadi menambah insigth kehidupan
Waaah keren, semogaa bisaa liburan ke Negara ini ni. Salah satu negara yang pengen ku kunjungi nantinyaa, Aamiin😇😇
Masya Allah, berasa ikut berada di sana kak. Negara NZ ini bagian negara yang sama dg Denmark dan Finlandia ya budayanya?
Kalimat ini, ” bisa slow down dan menghargai banyak hal kecil dalam hidup yang terkadang kita anggap sepele”. Agaknya sulit dipraktekin kalau kita berada di lingkungan penuh tuntutan.. di negeriku 😓
Ya Allah seru banget baca ceritanya. Aku jadi pengen banget deh main2 ke NZ btw brisbane pasti gak kalah asik juga kan.
Hallo mbak Dedek, senang sama cerita-ceritanya, aku jadi inget sama salah satu almarhumah member 1m1c yang juga pernah cerita tentang kerja sama orangtua di sana dalam mengawasi anak-anak, nggak cuma anaknya tapi jg anak orang lain. itu menginspirasi banget, ngebayangin kalau itu kejadian di Indonesia pasti bagus banget. btw, rania dan ranit pernah singgah di indo lama nggak mbak? what they felt then?
Wah sepertinya menyenangkan sekali ya tinggal di sana. I wish I could visit NZ too.
Culturenya bikin mupeng. No komen ya orang2nya, tap tetep care dengan volunteernya, ah happy banget aku bacanya mba :’) semoga suatu saat aku bisa ke sana liburan hehe
kak sumpah aku baca pelan-pelan sampai selesai sambil bayangin kondisi kehidupan di sana, kebetulan aku punya mimpi lanjut sekolahku di sana, jadi makin menguap niy mimpi dan semangat untuk belajar di sana. Tuhan semoga someday I will be there and continue my study in Auckland, aamiin
Aku galfok sama fotonya. Rumahnya kece deh mbak.. kek di film2 hehe. Menyenangkan ya bisa mengalami hidup di luar negri dengan segala suka dukanya.. pasti bikin lebih dewasa dan bijak dalam melihat perbedaan dalam hidup. Pengen juga one day mendapat pengalaman tersebut
Waah iya lama ngga lihat kak dedek. Alhamdulillah ternyata habis pindahan.
Sehat2 mbaaa.
NZ meninggalkan kesan yang tak terlupakan nih yaa 😊
Mbak, bahkan tanpa perlu kamu kutip lagunya Katon, aku selalu kagum sama NZ. Sejak nonton LOTR, selalu berharap someday bisa ke NZ. Sejauh ini cuma tahu NZ dari berita, sosok PM-nya yang luar biasa. Beruntung kamu mbaaak, take care ya di negeri orang, jangan buru2 balik ke Indonesia
aku jadi kayak berasa virtual traveling ke NZ… aku belum pernah keluar negeri jadi penasaran sama keadaan diluar
TRinggal jauh dari keluarga duh aku pernah ngerasain mbak, di Hongkong 6 tahun, dan pindah-pindah rumah dua kali kebayang capeknya
untungnya sih nggak perlu bawa barang-barang.
dari kecil saya pengen banget bisa ke NZ ini mba, menarik banget ceritanya bikin saya termotivasi buat bisa kesana aamiin hihi anyway thanks for sharing
Pasti disana keren banget ya, mbak. Dan suasananya nyaman juga, Eh saya jadi pingin ke luar negeri nih ^^
Hai mba Dedek.. inget tadi sekilas cerita ttg ini pas di workshop, jd mampir kesini utk baca. Thanks for sharing (writing) your experience, mba 🤗 Mengutip workshop tadi, tulisan ini sudah berhasil membuat aku tertarik utk baca tulisan2 mba Dedek berikutnya. Hehehe… Salam utk keluarga 😊
Feebbb makasih udah mampir ya…maap baru bales ini, kemaren sempet dihack blognya dan baru dapet lagi loginnya haha tengkiuh yak, salam buat keluarga