Saya senang jualan. Buat saya, sekarang jualan itu udah bukan sekedar cari tambahan penghasilan, tapi udah ke aktualisasi diri, sarana networking, melatih kreativitas, dan melatih otak biar nggak mandeg, nggak jalan di tempat karena hanya mengerjakan hal-hal yang sambil merem pun bisa kita lakukan-saking seringnya dilakukan. Kalau bosan dengan rutinitas, terus ketemu ide barang jualan baru, wah semangatnya, benar-benar seperti battery yang habis di-charge ๐ Perkara untung atau rugi, dalam bentuk rupiah, jujur saya belum terlalu menghitung (mungkin saya harus ya, biar lebih semangat :)), karena saya merasa ada banyak keuntungan lain yang saya dapat, yang non-material, yang tidak bisa diukur dengan uang.
Mulai dari ide, konsepnya, mikir buat strategic plannya, buat promosinya, cari vendor, cari customer, design kartu nama, banner, ketemu orang-orang baru, wah…prosesnya itu lho, seru!
Dulu, waktu saya masih berjualan baju yang dibuat kakak saya (yang jait mas jait namanya, nanti kapan-kapan saya cerita tentang masjait yang udah di keluarga kami 14 tahun itu…), kalau ada yang tanya, bajunya darimana? Tinggal dijawab, buat sendiri mbak..kita juga terima jaitan lho…beres!
Sekarang, setelah industri tekstil China gila-gilaan murahnya, jauh lebih efisien dan murah untuk beli jadi. Bayangkan saja, harga 1 m kain di Jakarta = harga 1 dress di Bangkok. Itu kain yang sama persis lho…Contoh: kain untuk membuat baju ini, yang juga saya lihat kain mentahnya di Jakarta:

Note: dress koleksi cuwi (beli jadi di Bangkok)
Padahal untuk buat baju seperti itu butuh kain lebih dari 1 m, kain itu belum dijahit, belum beli benang, kancing, bayar tukang jait, dll. Kacau kan perbandingan harganya? Mas Jait yang jaitannya bagus dan rapih itu tentu nggak bisa dihargai sama dengan penjahit konveksi yang produksinya massal. Di China pula, yang tenaga kerja nyaris tak ada harganya.
Jadi untuk baju-baju casual, kami lebih memilih beli di China atau Bangkok. Mas Jait untuk kebaya, baju muslim, dan baju-baju ‘serius’ lain yang memang harus diukur, dibuat satu-satu.
Nah, sejak tau barang-barang saya kebanyakan dari Bangkok atau China, entah kenapa pertanyaan ‘Elo beli baju di mana Dek? Di Bangkoknya dimana Dek? Gue mau jualan juga’ mulai banyak saya terima. Awalnya saya juga bingung jawabnya, karena saya dan kakak adik saya tidak punya supplier tetap. Kami suka belanja, jadi kalau ada yang bagus dan murah, ya kami beli. Sebagian untuk kami pakai sendiri, sebagian untuk dijual lagi. Sering belanja, lama-lama memang kami jadi tau toko mana yang barangnya lucu-lucu dan sesuai selera kami, mana yang buang waktu saja didatangi.
Lagi-lagi, itu proses. Dan saya menikmatinya.
Tapi tetap saja untuk menjawab koleksi cuwi beli dimana, kok saya masih bingung untuk menjawabnya ya?
Panjang umur, pertanyaan soal supplier ini ternyata juga menimpa beberapa pedagang online seperti saya. Dan saya setuju dengan mereka semua: sangat tidak etis menanyakan supplier Anda siapa dalam dunia bisnis.
Bukan karena saya takut rejeki saya diambil orang. TIDAK SAMA SEKALI. Saya percaya sekali kalau rejeki sudah ada yang mengatur, sudah ada jatahnya masing-masing, dan TIDAK MUNGKIN tertukar. Kalau rejeki saya di jualan baju di’ambil’ orang, pasti ada banyak pintu rejeki lain yang terbuka, bukan? ๐
Lalu, kenapa tidak etis? Saya setuju dengan apa yang Mbak Doris bilang di blognya:
‘Hargailah proses mereka yang sudah melewati jatuh bangunnya mencoba supplier demi supplier hingga akhirnya menemukan yang pas sesuai dengan target market toko, proses mencari jalan untuk mendapatkan keuntungan dari usahanya setiap hari dan juga proses mencari jalan untuk mempertahankan pelanggannya agar tetap loyal berbelanja di toko masing-masing.’
P.R.O.S.E.S.
Kita seringkali mencari jalan pintas, dan lupa kalau jalan panjang nan berliku yang bernama PROSES itu yang menempa kita menjadi lebih baik.
Kalau masih juga menganggap saya pelit bagi-bagi rejeki, begini saja:
Mulailah mencari suppliermu sendiri. Nikmati dan rasakan prosesnya.
Lalu tanya kembali, etiskah kalau ada yang menanyakan supplier saya siapa? Tanya jawabannya pada hati nurani masing-masing ๐
PS:
– Semoga tidak ada yang salah sangka dengan postingan saya ini. Tidak ada yang tersinggung. Tidak ada yang marah dan bicara di belakang. Saya TIDAK SUKA orang bicara di belakang, jadi monggo bilang langsung…
– Koleksi fashion cepat berubah. Saya pernah beli baju yang larismanis. Bulan depannya saya ke Bangkok lagi, mau beli lagi, dan ternyata sudah habis. Sudah muncul banyak koleksi baru. Jadi lagi-lagi, itu rejeki namanya kalau bisa menemukan baju-baju lucu TEPAT pada saat kita lagi belanja ๐
– Saya mau dan tidak keberatan berbagi ilmu, walaupun ilmu saya masih cetek. Tapi tolong bedakan antara berbagi ilmu vs info soal supplier ya ๐
Wah, setuju banget Bu. Enjoy the process. Dulu awal2 saya membangun usaha, ngotot mengejar hasil malah gak dapet2. Setelah bisa menikmati prosesnya, alhamdulillah buah-nya datang sendiri. Oh ya, selamat berbulan madu ya …, enjoy the process ๐
aduh, senangnya pak fauzi mampir di blog saya…hoooreeeeee!!! bulan madu harusnya selama-lamanya ya pak, as part of enjoying the process ๐ nuhun ya pak…
wah..ga cetek2 amat kok teh.jadi pengen berguru..bole dunk bagi2 pengalaman sam tips and trick d bisnisnya ^^
bu minta alamanya or tlpnya ya…. kirimin ke email sy aja
pia-cu@plasa.com tq
haaai..
saya cyndi mau tanya2 saya tertarik pingin buka usaha butik kecil2an.. saya pernah liat beberapa website china yang jual wholesale baju2 china korea jepang gitu.. punya pengalaman ga beli online pakaian wholesale untuk dijual lagi? saya masih agak takut untuk beli pakaian untuk jual lagi secara online.. apa memeng lebih recomended beli langsung ke china atau thailannya aja yah?
Thx B4
allo mbak…kalau ke thailand, aku selalu beli langsung mbak..kalau yang china, pernah cobain beli (buat pake sendiri) di toko-toko ol yang banyak jualan baju2 hongkong-korea itu, ternyt bahannya tipis bgt, gak sesuai foto…jadinya kalau hongkong, kita belanja sendiri juga mbak..lebih jelas bahannya kayak gmn…sukses buat butiknya ya mbak…