Sedari kecil, kita pasti selalu diajarkan untuk berbuat baik terhadap orang lain. Jangan menipu, jangan membohongi orang. Yang selalu ditekankan adalah berbuat baik kepada orang lain. Mungkin itu kenapa kita sering lupa untuk berbuat baik kepada diri sendiri.
Kalau kita bisa berbuat baik untuk orang lain, kenapa kita sulit untuk berbuat baik kepada diri sendiri?
Dari sekian banyak hal yang saya ingat dari bukunya Elizabeth Gilbert, Eat Pray, Love, salah satunya adalah ketika dia merasa sedih dan sendiri di Spanyol. Dan dia menulis
βNever forget that once upon a time, in an unguarded moment, you recognized yourself as a friend.β
Akan ada saat-saat dimana kita merasa bahwa tidak ada yang mengerti kita, dan hanya diri kita sendirilah yang bisa kita anggap teman.
Dan sebagaimana layaknya seorang teman yang baik, kita juga harus memperlakukan diri kita sendiri dengan baik.
Ada banyak jalan menuju Roma. Ada banyak cara mencintai diri sendiri. Salah satunya dengan merayakan kemenangan-kemenangan kecil yang terkadang kita anggap remeh.
Buat yang sudah punya anak, masih ingat betapa senangnya kita ketika dia pertama belajar berjalan? Langkah pertama yang kita nanti-nanti. Kita soraki, kita semangati, supaya dia berani maju lebih banyak lagi. Walaupun tak jarang dia terjatuh ketika mencoba berjalan lebih jauh.
Sama halnya dengan kita perlu merayakan hal-hal kecil lain dalam hidup. Anggap saja sebagai milestone, langkah awal kita untuk mencapai hal-hal yang lebih lagi. Dengan menghargai hal kecil, banyak hal positif yang kemudian akan memotivasi kita mencapai hal yang lebih besar π
Buat saya pribadi, banyak pencapaian-pencapaian kecil yang mungkin sepele buat orang lain tapi besar buat saya.
Butuh waktu untuk saya bisa menerima kalau rumah jarang bisa rapih karena baru aja kelar beres-beres, anak-anak udah berantakin lagi. Sekarang sih saya udah lumayan bisa berdamai dengan keadaan. Yang penting anak-anak sehat, rumah berantakan dikit tak apalah.
Butuh waktu juga untuk menerima kalau anak-anak makan junk food (KFC, pizza, Indomie) lebih sering daripada ambang batas toleransi saya yang cuman ngebolehin mereka makan itu semua setahun sekali. Lebay mungkin untuk sebagian orang. Tapi buat saya yang percaya kalau segala sesuatu itu, mau sehat atau nggak, awalnya adalah dari makanan, terutama buat anak-anak, junk food is a big NO. Kalau sekarang saya bisa berdamai dengan hal itu, itu sudah jadi pencapaian besar buat saya.
Hidup saya lebih tenang rasanya setelah bisa berdamai untuk 2 hal itu. Dua hal yang dulu kadang bisa bikin saya senewen sendiri. Pulang kerja, masih harus masak, karena saya nggak mau anak-anak terlalu sering beli makan di luar yang nggak jelas bahan-bahannya. Puyeng juga kalau capek pulang kerja dan liat rumah berantakan. Ujung-ujungnya ngomel.
Suami saya sebenernya lebih rapih orangnya daripada saya yang emang berantakan ini. Melihat dia yang bisa santai aja menghadapi rumah yang berantakan. Santai juga makan apa aja, saya jadi belajar. Mungkin ada hal-hal yang lebih penting untuk dipusingin. Don’t sweat the small stuffs. Anak-anak toh tetap sehat walaupun terkadang makan junk food. Walaupun tetep saya nggak suka kalau terlalu sering hehehe…
Sekarang setelah saya lumayan ‘menguasai’ aka menerima 2 hal itu, saya lagi usaha small win yang lain: decluttering. Masih lumayan panjang perjalanan, tapi setidaknya sudah dimulai π
Setiap kita pasti punya inner critic, bisikan di dalam diri kita yang cepat sekali menghakimi dan melihat sisi buruk dari segala sesuatu. Saya pribadi cenderung permisif dan tolerable kalau ke orang lain, dan lebih keras ke diri sendiri. Mungkin ini saatnya untuk juga menumbuhkan inner advocate, bisikan yang positif, yang menumbuhkan semangat dalam diri kita.
Saya bukan super woman. Nggak bisa semua mau dikerjain. Udah lah kerja full time, ketimban tanggung jawab ngurusin organisasi juga di sini, plus nggak ada asisten rumah tangga. Jadi sekarang susun skala prioritas aja. Yang nggak masuk skala prioritas, ntar aja mikirinnya π
Kadang saya sukses juggle so many balls at once. Kadang juga keteteran. Tak jarang tepar kecapekan π Ya nggak apa juga. Saya nggak mengejar kesempurnaan, karena toh nggak ada manusia yang sempurna, bukan? Yang penting saya udah mencoba memberi yang terbaik, di setiap peran yang saya lakoni.
Kadang saya gagal.
Kadang juga sukses.
Dan kalau alhamdulillah sukses, walaupun untuk hal kecil?
I celebrate!
PS:
Tapi jangan jadi kebablasan juga ya. Mencintai diri sendiri bukan berarti merasa diri paling benar dan yang lain salah ketika berbeda pendapat dengan kita.
Mencintai diri sendiri juga bukan berarti nrimo dengan segala keadaan dan tidak berbuat apa-apa untuk pengembangan diri. Bagian dari mencintai diri sendiri adalah menggali potensi diri dan menekuninya. Selamat belajar mencintai diri sendiri π
PSnya PS:
Saya mau ajak teman-teman semua untuk sama-sama berbagi hal positif. Sharing dong small win yang pernah kamu alami. Nggak usah mikirin yang ribet π Di Instagram saya, ada giveaway untuk 4 cerita yang menarik. Kalau nggak punya Instagram, bisa klik link Instagram saya di blog ini. Bisa dibuka walaupun tanpa login IG π Boleh juga kalau mau share lebih dari 1 cerita. Mungkin bisa memotivasi yang lain juga π