Career Break, Kenapa Tidak?

Pic from yourstory.com

Sudah 2 tahun ini saya kembali bekerja penuh waktu lagi. Setelah sebelumnya sempat berhenti bekerja selama 5 tahun lebih. Career break, konon istilahnya.

Sebenarnya ini career break yang kedua saya.

Break pertama saya, tahun 2003, karena sekolah lagi. Alhamdulillah waktu itu saya mendapat beasiswa S2 dari negeri kumpeni, jadi dengan senang hati harus resign dulu dari pekerjaan di Jakarta.

Break saya yang kedua terjadi waktu tahun 2010 lalu, ketika kami sekeluarga memutuskan untuk pindah ke Muscat, Oman. Rencana awal, di Muscat saya juga akan bekerja. Saya sempat riset ada satu lembaga dunia di Oman yang akan saya coba daftar. Tapi di Oman baru 5 bulan, ketika kemudian saya hamil. Hamilnya sebenarnya tidak masalah. Saya tidak pernah mual apalagi muntah-muntah, sakit juga tidak. Tapi jadi malas luar biasa. Jangankan bekerja di kantor, mengerjakan pekerjaan rumah saja saya malas luar biasa. 

Lalu melahirkan. Lalu saya tidak sampai hati meninggalkan bayi saya. Jadi alih-alih balik bekerja, saya malah buka usaha homebaking waktu di Oman. Supaya bisa tetap di rumah dengan anak-anak. Lalu berlanjut. Sampai kemudian kami memutuskan pindah lagi tahun 2014. Ke Wellington, Selandia Baru.

Career breaknya sebenarnya sama. Karena ada prioritas lain yang datang dan harus didahulukan.

Kata orang, saya beruntung. Bisa berhenti kerja kapan saja saya mau. Dan bisa kembali lagi bekerja, juga ketika saya mau. Tapi sebenarnya tidak segampang itu juga.

Waktu career break pertama, untuk sekolah, alhamdulillah memang relatif gampang bagi saya untuk kembali ke dunia kerja lagi. Namun tidak demikian dengan career break saya yang kedua.

Pindah ke Selandia Baru, otomatis berhadapan dengan pasar tenaga kerja yang jauh berbeda dengan Indonesia. Kalau di Indonesia, dengan bekal ijazah S1 dari Fakultas Ekonomi – Universitas Indonesia dan lulusan S2 Master Public Policy and Management dari The International Institute of Social Studies of Erasmus University, Belanda, tawaran pekerjaan datang menghampiri. Saya bahkan sempat harus memilih salah satu dari 3 tawaran pekerjaan, dan semuanya dari lembaga internasional. Dengan jaringan dan pengalaman kerja yang sudah lumayan, relatif gampang juga bagi saya untuk kemudian berpindah-pindah tempat kerja. 

Di Selandia Baru? Boro-boro. Buat mereka tidak penting semua ijazah pendidikan itu. Yang lebih penting adalah pengalaman kerja di Selandia Baru atau di negara-negara yang menurut mereka setara (negara Commonwealth dalam hal ini). Tidak peduli CV saya penuh dengan pengalaman kerja di lembaga-lembaga regional dan internasional seperti Conservation International, GIZ, ASEAN Secretariat, sampai World Bank. Jangankan mendapat tawaran pekerjaan, diundang untuk wawancara pun tidak.

Hampir 1 tahun saya mencari pekerjaan. Sejujurnya saya juga sudah lelah. Mungkin memang ini yang terbaik untuk saya dan keluarga. Karena toh sebenarnya saya juga orangnya gampang bosan. Diterima bekerja pun, bukan jaminan saya akan tinggal lama di perusahaan tersebut.

Pak Suami, makhluk paling persisten yang pernah saya kenal, yang tak kenal lelah tetap mengirimkan CV saya untuk lowongan-lowongan pekerjaan yang menurutnya cocok. Saya sih sudah berhenti mengirimkan lamaran pekerjaan πŸ˜€

Ketika akhirnya saya dipanggil wawancara di perusahaan dimana saya bekerja sekarang ini, satu BUMN di Selandia Baru, itu juga Pak Suami yang mengirimkan CVnya. Ketika dihubungi untuk wawancara, saya sempat bingung sesaat, pekerjaannya apa ini ya? Kapan saya kirim CVnya? Alhamdulillah akhirnya saya diterima bekerja, sampai sekarang. Walaupun saya harus belajar beradaptasi lagi dengan irama kerja. Juga belajar mengatur waktu, antara pekerjaan kantor dan rumah yang seperti tidak ada habisnya. Ditambah lagi karena di sini tidak ada asisten rumah tangga yang bisa membantu.  

Meskipun demikian, saya tidak menyesal sama sekali break kerja.

Waktu saya break, saya bisa mencoba dan belajar melakukan hal-hal baru, yang sebelumnya tidak mungkin saya lakukan kalau saya bekerja.

Saya bisa belajar baking serius, bahkan sampai menerima pesanan kue dan kukis hias untuk acara ulang tahun, pernikahan dan lain-lain waktu di Muscat dulu. Kalau masih kerja, waktunya tidak cukup untuk belajar baking serius. Jangankan mau jualan, buat makan sendiri saja kemungkinan besar saya beli.

Saya juga bisa menulis dan menerbitkan buku. Ada 2 buku nonfiksi yang terbit selama saya break kerja. Yang satu kumpulan cerita pendek pengalaman hidup tinggal di luar negeri yang ditulis bersama-sama penulis lain. Dan yang satu lagi, buku panduan perjalanan ke Belanda. Keduanya diterbitkan oleh Elex Media.

Saya juga menemukan hubungan pertemanan yang baru. Ibu-ibu rumah tangga baik hati, yang tentu saja bukan ibu pekerja, dari berbagai negara. Kalau dulu semasa saya masih bekerja, mana mungkin saya bisa berkenalan dengan komunitas yang satu ini. Mereka banyak menyadarkan dan mengajarkan saya (baik langsung maupun tidak langsung) berbagai keterampilan (mulai dari memasak, mengurus rumah sampai mengurus anak), juga untuk lebih ikhlas menjalani hidup dan terus belajar menjadi ibu dan istri yang lebih baik.

Saya tidak menyesal.

Saya percaya, belajar keahlian baru, apapun itu, tidak akan ada ruginya. Kalau tidak untuk sekarang, pasti suatu saat nanti akan berguna.

Berbahagia dan bersyukurlah bagi yang memiliki kesempatan untuk bisa melakukan career break sesuka hati.

Tapi jangan kecil hati juga untuk yang terpaksa menjalani career break karena keadaan. Dengan kondisi perekonomian saat ini, terkadang kita dipaksa untuk berhenti bekerja.

Walau terpaksa, tapi kita tetap memiliki kebebasan dan pilihan untuk menentukan apa yang kita lakukan selama menjalaninya. Ini kesempatan untuk memperkaya wawasan dan jaringan pertemanan kita. Siapa tahu kita bisa menemukan bidang baru yang lebih kita sukai? Ini juga kesempatan emas untuk melakukan refleksi diri, belajar keahlian baru, dan banyak hal lain.

Career break, walaupun mungkin awalnya karena β€˜terpaksa’, kalau kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya malah akan menjadi bekal yang berguna untuk kita kemudian.

Jadi ketika suatu saat nanti tiba waktunya kita untuk kembali ke ‘career‘ yang kita pilih, apapun itu, kita bisa kembali dengan energi yang baru.

I’ve done a career break twice.
And I want to do it again.

Artikel ini diikut sertakan minggu tema komunitas Indonesian Content Creator dan Satu Minggu Satu Cerita

Recommended Articles

32 Comments

  1. Halo, salam kenal kak Dedek ☺

    Aku juga pernah kak ambil cuti begini. Ternyata ada istilahnya ya, career break πŸ˜…

    Persisnya 2x. Saat ini aku menjalani cuti ke-2. Pada dasarnya aku juga bosenan orangnya. Jadi kayak butuh break dulu buat ngecharge. Dan aku selalu kangen ngantor hahaha. Betul kata kak Dedek, selama cuti kita bisa fokus belajar hal lain. Sekarang sudah hampir 1 tahun aku cuti. Aku bisa fokus belajar menulis bikin beberapa proyek menulis. Sudah mulai cari kerja lagi sih. Sungguh, aku kangen ngantor lagi, dan tbh tabungan mulai menipis hahaha

  2. Mbak Dedek keren bangeett..
    Waktunya nggak ada yang terbuang percuma πŸ˜€
    Pasti susah untuk konsisten seperti itu ya.

  3. Wah keren sekali mom satu ini. Super aksinya. Selamat atas lahirnya kedua bukunya ya kak.

  4. Udah lama bgt itu kak bukunya hihi abis itu mandeg πŸ˜€

  5. Ini mungkin tulah orang nggak bisa diem dan bosenan aja sebenernya mba Rizky πŸ˜€

  6. Toss kak Kartika πŸ™‚ Emang kadang kerja itu ngangenin ya. Terus pas dijalanin, lama-lama bosen haha aku entah apa maunya, gak jelas bgt ya πŸ˜€

  7. Perjalanan mbak dedek nih panjang jg ya dalam berkarir dan bertualang ke berbagai tempat di belahan dunia. Keren ih!

    Iya, memang yang paling kudu dilakuin ini dalam keadaan apapun kita kudu memaksimalkan utk mempelajari hal2 baru. Sempat kemarin di belanda nyoba2 baking2 gt karena alat baking warisan dari orang yg sblmnya nih bnyk, jadi seneng bikin2. Eh, skrg pindah2 jadi kudu menyesuaikan dengan keadaan lagi

  8. Saat ini saya sedang dalam persimpangan career break yang kedua. Saya bingung apakah saya harus tetap menerima tawaran menulis atau mengheningkan cipta. Nice sharing kak πŸ™‚

  9. Haha.. gpp lah mbak Dek. Yang penting ada kegiatan dan menghasilkan pastinya πŸ˜€

  10. Pengalamannya menarik banget ini, bisa career break terus kerja lagi wah bagi saya itu kemerdekaan yang patut dirayakan hehehe.

  11. Waah, ma sya Allah, pengalamannya kaya sekali, Mbak. Yah walaupun banyak tantangan juga, tapi kok saya setuju bahwa termasuknya banyak dimudahkan juga ya itu, hehehe… Setidaknya tentu dimudahkan oleh Allah SWT yang Maha Tahu kapan Mbak sebaiknya break dan kapan seharusnya berkarier lagi. Btw, otw nyari buku Mbak, ah. Penasaran aku.

  12. Ada beda gak mbak nyari kerja di Indonesia dan Selandia Baru? Kalau prosedur penerimaan kerjanya kayak gimana mbak?

  13. Widih, suaminya mbak inisiatifnya tinggi ya buat ngirim CVnya. Semoga tetap nyaman dan sukses selalu di tempat kerjany

  14. Seru sih. Kalau bekerja itu kan rutin. Berhenti kerja seperti istirahat sejenak dari rutinitas yang kadang kita bosen.

  15. Aku pun saat ini pengin banget ambil career break kak. Huhu, bukan karena bosen atau apa sih. Cuman karena ngga sesuai passion aja hehehe. Suka nyeselnya sekarang

  16. Ka dedek cerita dong ttg pengalaman kerja kemudian sekolah s2 lg, apa sudah ada tulisannya di blog?

  17. dulu ngeblog pertama, tahun 2004, pas lagi sekolah lagi di Belanda. Udah lama bgt ya kak hahah aku tulis selintas-selintas di blog lama. Ntar aku pindahin ya πŸ™‚

  18. sambil break kesempatan ya kak untuk belajar yang lebih sesuai passion πŸ™‚

  19. iya kak, butuh waktu untuk recharge kak πŸ™‚

  20. hahah iya dia emang gak banyak omong tapi solutip, seperti bu Tejo hahah capek soalnya denger aku ngomel mulu gak dapet kerjaan, tapi males apply2 πŸ˜€

  21. beda kak…itu yang saya tulis di atas. Mereka nggak peduli dengan ijazah pendidikan, nggak seperti di Indonesia. Prosedurnya sama kak, interview dan test, juga liat rekomendasinya siapa

  22. Iya alhamdulillah mba, rejeki ada aja. Bukunya udah lama bgt mba, kayaknya udah nggak ada lagi mungkin ya itu buku-buku hahah

  23. Alhamdulillah kak…yang penting, career break jangan jadi hambatan untuk tetap produktif kak πŸ™‚

  24. heheh…alhamdulillah mba Rizky πŸ™‚

  25. Kalau emang ada waktunya dan suka ngejalaninnya, kenapa musti mengheningkan cipta kak? πŸ™‚

  26. Aku udah tua soalnya mba Ghina, jadi udah panjang perjalanannya hahah semangat belajar bakingnya mbaaa πŸ™‚

  27. My Idol 😊 Dedek tuh benet2 orang beruntung.. Allah saysng banget sama Dedek, jalan nya pasti indah 😘

  28. Thank you sharing-nya Mbak Dedek.

    Tetap ber-mindset produktif di mana pun berada 🀘🏻

    ps: tulisan2nya sangat enak dibaca 😍

  29. waduh, makasih banyak ya Ali udah mampir ke sini πŸ™‚

  30. duh, semoga ini bukan artinya udah dibales di dunia, yang akhirat nggak ya Win huhuhu

  31. Terima kasih kak udh dikasih link tulisan ini. Aku baru niat mau break dulu, diambang kejenuhan dan mungkin karena dipaksakan apa-apa jadi stress. Sayang diri sendiri juga. Semoga akhir kontrak kak aamiin

  32. aamiiinnn, semoga lancar kak πŸ™‚

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *